Sektor
properti hingga saat ini masih dalam keadaan sideways. Meskipun begitu,
dengan banyaknya sentimen serta proyek yang dirancang oleh pemerintah
untuk meningkatkan pembangunan NKRI, sektor properti masih menjadi
pilihan saat ini (overweight). Apa saja sentimennya? Kenapa sektor
properti masih belum bergerak? Bagaimana peluang kedepannya? Sambil
mempersiapkan akhir pekan Anda, mari kita simak pembahasannya, hanya di
#Kopisore 3 Februari 2017.
Sebelum membahas sektor properti, mari kita simak dulu review IHSG pada penutupan akhir pekan ini.
IHSG hari ini ditutup menguat sebesar 0,13% ke level 5,360.77. Penguatan IHSG ini juga didorong oleh penguatan rupiah yang ditutup terapresiasi 0,06% ke posisi Rp13.343 per dolar Amerika. Rupiah hari ini mengalami penguatan sendiri se-asia, didorong oleh minat yang tinggi dari para investor asing terhadap negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia. Akibat tingginya minat para investor ini, asing kembali catatkan net buy hari ini dengan jumlah Rp 347,20 milliar dengan pembelian terbanyak pada saham TRAM.
Sektor properti merupakan salah satu sektor yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Sehingga tidak heran, ketika rencana pemerintah untuk membangun berbagai fasilitas dan properti ditunda, kenaikan sektor ini pun ikut tertunda. Bagaimana sektor properti di Indonesia? Simak pembahasannya berikut ini.
Sentimen Properti Tahun 2016
Pada 2016 lalu, rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan sebenarnya sudah memberikan berbagai sentimen untuk merealisasikan rencananya tersebut. Berikut sentimen-sentimennya:
Sebelum membahas sektor properti, mari kita simak dulu review IHSG pada penutupan akhir pekan ini.
IHSG hari ini ditutup menguat sebesar 0,13% ke level 5,360.77. Penguatan IHSG ini juga didorong oleh penguatan rupiah yang ditutup terapresiasi 0,06% ke posisi Rp13.343 per dolar Amerika. Rupiah hari ini mengalami penguatan sendiri se-asia, didorong oleh minat yang tinggi dari para investor asing terhadap negara-negara berkembang seperti India dan Indonesia. Akibat tingginya minat para investor ini, asing kembali catatkan net buy hari ini dengan jumlah Rp 347,20 milliar dengan pembelian terbanyak pada saham TRAM.
Sektor properti merupakan salah satu sektor yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pertumbuhan dan pembangunan Indonesia. Sehingga tidak heran, ketika rencana pemerintah untuk membangun berbagai fasilitas dan properti ditunda, kenaikan sektor ini pun ikut tertunda. Bagaimana sektor properti di Indonesia? Simak pembahasannya berikut ini.
Sentimen Properti Tahun 2016
Pada 2016 lalu, rencana pemerintah untuk meningkatkan pembangunan sebenarnya sudah memberikan berbagai sentimen untuk merealisasikan rencananya tersebut. Berikut sentimen-sentimennya:
1. Suku bunga yang sudah diturunkan hingga level 6,5%. Tingkat suku bunga yang kecil membuat suku bunga KPR semakin kecil. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat di sektor properti
2. Dana repatriasi Tax Amnesty. Adanya Tax Amnesty ini tidak hanya membuat perkembangan di bidang perekonomian, tetapi juga memberi dorongan bagi investor yang ingin membeli properti, namun takut terinspeksi pajak akibat belum melaporkan hartanya.
3. Pelonggaran kebijakan BI terkait LTV yang berlaku mulai bulan Agustus ini yang dapat memperingan investor property dalam pembayaran Down Payment.
4. Kebijakan pemerintah untuk kembali meluncurkan Paket Kebijakan Ekonomi XIII pada bulan Agustus 2016. Dan salah satu opsi pilihan kebijakan tentang penjualan rumah murah juga bisa menambah angin segar sektor properti.
5. Permohonan kredit rumah bersubsidi yang proses sebelumnya memakan waktu 7 hari, kini hanya 3 hari dengan menggunakan e-FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan).
Dengan banyaknya sentimen pada tahun 2016 tersebut, seharusnya sektor properti sudah mengalami pertumbuhan yang signifikan pada akhir tahun 2016 lalu. Namun, yang terjadi malah sebaliknya. Apa yang menjadi penyebab utama masih lesunya sektor properti di tahun 2016? Ternyata penyebab utamanya ialah masih rendahnya permintaan masyarakat, akibat belum pulihnya daya beli masyarakat Indonesia. Pelemahan berbagai sektor komoditas menjadi penyebab lesunya perekonomian masyarakat Indonesia. Sepanjang tahun 2016 ternyata saham sektor properti masih belum pulih. Indeks sektor properti hanya naik sekitar 6 persen hingga hari ini, 30 Desember 2016. Kenaikan ini tidak sebanding dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang melesat 16,1 persen dalam periode yang sama.
Pemerintah Tingkatkan Pembangunan, Sektor Properti Masih Menjadi Pilihan
Rencana pemerintah untuk melakukan pembangunan di sektor properti dan infrastruktur kemarin, sempat tersendat yang salah satunya diakibatkan oleh belum bisa dicairkannya Dana Alokasi Umum (DAU) oleh pemerintah daerah, akibat Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN) yang terbatas. Hal itu sebabkan rencana pemerintah untuk melakukan peningkatan di sektor infrastruktur dan properti terhambat. Para trader optimis, bahwa rencana pembangunan pemerintah tersebut akan mulai dilanjutkan pada 2017 ini.
Banyaknya sentimen yang telah dikeluarkan pemerintah pada tahun 2016 yang lalu, diperkirakan akan mulai terlihat hasilnya di tahun 2017 ini. Selain itu, pada tahun 2017 sektor properti seharusnya bisa lebih melaju daripada tahun lalu. Alasannya karena Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan terhadap 7 days repo menjadi 4,75 % dan direncanakan akan kembali melakukan pemangkasan menjadi 4,50 % dalam waktu dekat.
Selain
itu, di tahun 2017 ini, pemerintah juga akan memperkenalkan beberapa
kebijakan baru terkait kepemilikan lahan menganggur. Saat ini pemerintah
sedang merancang untuk mengenakan tarif pajak progresif terhadap lahan
kosong yang tidak dilakukan pembangunan di Indonesia. Tujuan dari aturan
baru terkait pajak itu adalah untuk menekan spekulasi harga lahan dan
untuk mencegah muncul lebih banyak spekulan tanah. Selain itu,
pemerintah juga dikabarkan mempertimbangkan pajak keuntungan (capital
gain) dan pajak aset menganggur.
Terkait hal itu, saya melihat berbagai saham di sektor properti seperti ASRI, BSDE dan DOID layak untuk kita perhatikan. Terlebih lagi, saat ini sektor properti ditransaksikan di pasar pada valuasi yang terdiskon 68% dari nilai aset bersih (NAV). Hal ini membuat saham-saham di sektor properti masih layak untuk dikoleksi mengingat harganya yang sudah cukup terdiskon.
Terkait hal itu, saya melihat berbagai saham di sektor properti seperti ASRI, BSDE dan DOID layak untuk kita perhatikan. Terlebih lagi, saat ini sektor properti ditransaksikan di pasar pada valuasi yang terdiskon 68% dari nilai aset bersih (NAV). Hal ini membuat saham-saham di sektor properti masih layak untuk dikoleksi mengingat harganya yang sudah cukup terdiskon.
(Sumber : Ellen May Institute)
Salam